![]() |
Adakah yang tidak setuju? |
Setelah seminggu sebelumnya gagal
menemukan sumber air di daerah Buring seperti yang di-posting oleh rekan Ivan, maka acara sepedaan kali ini (24 November 2015) saya dan Ivan mengalihkan tujuan ke tempat lain.
Ivan mendadak punya ide untuk ‘menapaktilasi’ sumber air yang menurut
pengakuannya merupakan tempatnya membolos ketika jaman dia SD. Sumber air itu
diyakininya juga berada di daerah Buring. Tetapi apabila sumber air itu tidak
juga bisa ditemukan, maka tujuannya dialihkan ke Sumber Jenon di daerah
Tajinan. Boleh juga usulan destinasinya.
Kami start dari rumahnya Ivan di daerah Sawojajar sekitar pukul 06.30. Sebelum
berangkat, tak lupa saya membalut ibu jari kaki kanan saya dengan plester.
Pasalnya kukunya hampir lepas tanpa saya tahu sebab musababnya. Tujuan kami
yang pertama adalah mencari sumber air di daerah Buring tempat Ivan mbolos semasa SD dahulu. Sepeda kami
kayuh ke arah selatan menyusuri jl. Ki Ageng Gribig dan Mayjen Sungkono,
berjibaku bersama kendaraan-kendaraan berat yang berjalan merayap seperti uler keket dan juga sepeda motor yang entah
kenapa selalu terburu waktu. Kami sempat juga mampir di sebuah SPBU untuk
‘buang sampah organik’. Selanjutnya roda sepeda berbelok ke arah timur,
melintasi jalanan lebar ber-paving di
kompleks perumahan Buring Satelit. Tak terlalu jauh, kami kembali berbelok ke arah
selatan untuk menyusuri jalan setapak di tepi sungai hingga sejauh beberapa
kilometer ke depan. Pemandangan terus berganti-ganti antara perkampungan, pedesaan,
persawahan, dan perkebunan tebu. Gugusan Gunung Kawi-Buthak-Panderman menjadi
dinding latar belakang Kota Malang di sebelah barat. Jalan setapak yang kami
lindas sendiri tak melulu berupa jalan tanah. Di beberapa titik ruas jalan
setapak tersebut telah berlapis paving
stone.
![]() |
Peta Kota Malang tahun jebot. |
Di ujung jalan setapak yang
membentuk pertigaan, kami berbelok ke timur melintasi jembatan menuju arah
Tajinan. Medan yang kami lintasi kali ini berupa jalanan aspal menanjak di
tengah-tengah pedesaan. Di sebuah pertigaan kami berhenti lantaran bingung
hendak kemana lagi harus mengayuh sepeda. Setelah bertanya ke seorang bapak warga
sekitar tentang lokasi sumber air tersebut, barulah kami tahu bahwa kami telah
salah arah. Di ujung jalan setapak tadi kami seharusnya mengikuti jalur
beraspal lurus menuju arah Bululawang, bukannya ke arah Tajinan seperti yang
telah kami tempuh hingga sejauh ini. Dari bapak itu kami juga baru tahu bahwa
sumber air tempat tujuan kami tersebut bernama Ngembul. Tetapi karena kami
sudah terlanjur berada di daerah Tajinan, maka kami sepakat untuk terlebih
dahulu pergi ke Sumber Jenon. Untuk tujuan yang kedua ini, saya baru
akhir-akhir ini saja mengetahuinya dari artikel di surat kabar mengenai
penjelajahan sumber-sumber air di Malang Raya.
![]() |
Peta jadul pun masih bisa dipelajari. |
Jalanan yang kami tempuh masih
berupa jalanan pedesaan beraspal mulus. Kontur jalanan cenderung menanjak
landai. Beberapa kali kami bertemu dengan mikrolet trayek
Tumpang-Tajinan-Gadang yang selalu saja tampak sepi penumpangnya. Saya
sebenarnya telah browsing terlebih
dahulu perihal keberadaan Sumber Jenon ini. Menurut informasi yang saya
dapatkan, dari pasar Tajinan masih butuh waktu sekitar 20 menit perjalanan
(mungkin apabila menggunakan sepeda motor). Seperti petunjuk yang diberikan
bapak tadi, di sebuah pertigaan kami berbelok ke kanan. Awalnya jalanan sempat
menurun, tapi selanjutnya terus menanjak. Menurut pengakuan Ivan, dahulu dia
sudah pernah berkunjung ke Sumber Jenon ini, tetapi dia tak ingat persis jalan
menuju pemandian tersebut. Pun mengenai sumber air Ngembul itu, dia juga
mengaku bahwa terakhir kalinya dia berkunjung ke sana adalah pada tahun 1999.
Pantas saja kami jadi seperti orang nyasar.
Tetapi justru dengan ketidaktahuan, dan juga lupa-lupa ingat semacam itulah sebuah perjalanan
menjadi terasa lebih greget. Selanjutnya,
perkebunan tebu menjadi suguhan pemandangan yang cukup sering kami temui.
![]() |
Rehat di warung seberang perkebunan tebu. Di sini saya menemukan kejutan. |
Sejenak kami beristirahat di tepi
jalan, tepatnya di sebuah bangunan warung permanen yang tampak tidak ada
penghuninya. Di sebelah warung ini, kami menemukan sebuah jalan setapak
membelah rerimbunan pepohonan yang ternyata tersambung dengan sebuah jembatan
sempit nan panjang. Kami langsung menyimpulkan bahwa ini pasti jembatan bekas
jalur rel lori. Sayapun teringat pada sebuah artikel yang pernah saya baca,
yang menyebutkan bahwa pada jaman dahulu jalur rel lori milik PG Kebonagung pernah
terbentang hingga daerah Tajinan. Sepertinya jalan setapak yang kami pijak saat
ini memang dulunya adalah jalur lori tersebut. Bagi saya pribadi yang memang
menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kereta api, tentu menemukan
kejutan berupa ‘petilasan’ seperti ini menjadi semacam rejeki dan bonus tersendiri. Mendadak dalam
imajinasi saya terbayang sebuah lokomotif uap menghela puluhan gerbong
bermuatan tebu sedang melintas di jembatan tersebut sambil mengepulkan asap
sembari meniupkan peluit panjangnya. Aroma manis tebu yang diangkutnya
menyeruak masuk ke dalam hidung siapapun yang ada di dekatnya. Ya, memang hanya
imajinasi itu saja yang tersisa, mengingat era kejayaan kereta pengangkut tebu
di Malang Raya sendiri bisa dibilang sudah berakhir.
![]() |
Jembatan yang diduga bekas jalur lori PG Kebonagung. |
![]() |
Dasar jurang di bawah jembatan. |
Saya pribadi tak ingat persis
tentang berapa jam waktu yang dibutuhkan untuk mengayuh sepeda sampai Sumber
Jenon. Sesuai petunjuk warga sekitar, patokannya adalah pada rambu berbentuk
ikan. Kami pun terus mengayuh sepeda, tapi ternyata jalanan di depan sedang
dibuntu. Sebuah panggung hajatan warga dipasang tepat di tengah jalan. Kami pun
kemudian memutari panggung dengan blusukan
menyusuri jalanan setapak menembus halaman rumah-rumah warga. Setelah mengayuh
sekitar satu kilometeran dari panggung hajatan tadi, kami akhirnya menemukan
sebuah rambu (atau tugu?) berbentuk patung ikan di sebelah kiri jalan.
Sepertinya kami sudah sampai di Sumber Jenon. Di dekat rambu itu terdapat
sebuah bangunan loket yang tampak kosong dan dekil seperti sudah lama tidak dijamah
manusia. Karena tidak tampak seorangpun yang menjaga, kamipun akhirnya masuk ke
dalam gapura. Jalan berbatu dengan kontur menurun mengantarkan kami ke gapura
berikutnya yang juga sama-sama tidak dijaga. Karenanya, kami bisa masuk ke lokasi
Sumber Jenon dengan gratis. Waktu kami berdua datang, di Sumber Jenon sudah
terlebih dahulu ada dua orang pelajar yang masih berseragam duduk-duduk di
tepian kolam. Entah apa yang mereka lakukan di jam sekolah. Ketika kami tanya,
mereka tampak enggan menjelaskannya (tapi tentu kita tahu apa yang sebenarnya
mereka lakukan). Selain dua orang oknum pelajar itu, kami tidak menemukan
pengunjung lain. Mungkin karena kedatangan kami di sini terhitung masih pagi.
![]() |
Kolam Sumber Jenon |
Sumber Jenon sendiri pemandiannya
berupa kolam yang dikelilingi bukit-bukit kecil dengan pepohonan yang rapat.
Karenanya, udara di Sumber Jenon ini menjadi cukup sejuk dan sangat teduh. Di
salah satu sisi bukit kecil itu terdapat sebuah warung. Sorot sinar matahari
pagi tampak menembus sela-sela pepohonan dan jatuh menimpa permukaan air Sumber
Jenon yang biru kehijauan. Di salah satu sisi kolam warnanya tampak lebih
pekat, menandakan bahwa area tersebut cukup dalam, bahkan mungkin sangat dalam.
Mungkin lantaran terlalu dalam, dasar kolam itu sampai
tidak bisa terlihat dari permukaan sama sekali. Yang terlihat hanyalah patahan dua pohon besar yang tumbang ke dalamnya. Di sela-sela patahan pohon
itu, ikan-ikan kecil bertubuh mirip ikan hiu tampak tenang berenang kesana
kemari tanpa merasa terganggu oleh keberadaan kami.
![]() |
'Hiu air tawar', penghuni kolam Sumber Jenon |
Setelah menikmati segelas teh
panas, Ivan pun mulai menceburkan diri ke dalam kolam yang juga dihuni oleh
ikan berbentuk mirip ikan hiu. Awalnya saya tak terterik untuk nyemplung karena saya tidak membawa
celana untuk ganti. Setelah beberapa saat, akhirnya saya tergoda dan ikut menceburkan
diri juga. Segar sekali rasanya, terlebih sekujur badan ini terasa lengket
karena bermandi keringat. Tapi tentu saya tidak ikut berenang karena saya
memang belum kunjung bisa melakukannya. Saya hanya berendam di tepian saja,
tidak berjalan ke bagian lain dari kolam ini yang konon kedalamannya lebih dari
5 meteran hingga dapat dipakai latihan snorkeling.
Karena belum tampak kehadiran seorang pengunjungpun, kolam Sumber Jenon ini
seolah menjadi kolam renang pribadi dengan air yang berasal langsung dari
persembahan alam.
![]() |
Patahan batang pohon yang tenggelam di dalam kolam. |
Puas berenang, kami pun
memutuskan untuk keluar dari kolam untuk selanjutnya kembali mengayuh sepeda ke
Ngembul. Sialnya, ketika hendak meninggalkan area Sumber Jenon saya mengalami
insiden kecil. Sepeda yang saya tumpangi terperosok ke selokan kering di
pinggir kolam. Efeknya lumayan bikin pedih, kulit di dekat kuku jempol kiri
kaki saya terkelupas hingga berdarah gara-gara tertimpa roda gigi sepeda.
Sejenak saya mengayuh sepeda dengan kaki bercucuran darah sebelum akhirnya
tertangani sementara oleh plester yang saya beli di warung terdekat. Darah
sudah tak lagi mengucur, tapi kemudian timbul rasa nyeri yang berdenyut-denyut.
Meskipun begitu saya masih bersyukur karena kaki yang sakit ini tidak dipakai
untuk menapak tanah secara langsung, melainkan hanya untuk menginjak pedal saja
sehingga rasa sakitnya tak begitu terasa. Jadilah saya mancal dengan kedua kaki tidak dalam posisi ‘utuh’. Ibu jari kaki
sebelah kanan hampir lepas kukunya, sedangkan yang sebelah kiri juga mengalami
luka. Mungkin beberapa bulan ke depan nasibnya juga akan sama dengan kuku
jempol kaki sebelah kanan.
![]() |
Akibat kurang hati-hati dan kurang waspada. |
Perjalanan dari Sumber Jenon
menuju Ngembul bisa dibilang tidak terlalu berat. Jalan relatif menurun
sehingga tenaga tidak terlalu terforsir untuk mengayuh pedal. Tak terlalu lama
waktu yang kami butuhkan untuk mencapai pertigaan selepas jembatan yang apabila
kami ikuti jalur beraspalnya akan mengarah ke Bululawang. Sedangkan apabila
mengambil jalan setapak di pinggir sungai maka akan mengantarkan kami ke jalur
yang kami tempuh saat kami berangkat pagi tadi. Kamipun mengarahkan sepeda
menuju arah Bululawang.
kisah NYATA berbagi info...
BalasHapussaya belum lama ini
bulan juni 2016
tepat di hari jumat (10-6-2016) sampai hari minggu (12-6-2016)
KU DI TIPU
rumah juru kunci (PALSU)
a/n:Ading 36thn (PENIPU)
hp.081223871269
ciri-ciri: orang kurus,kulit kuning sawo,tinggi 160+
(PRAKTEK DGN BONEKA JENGLOT PALSU)
melakukan pesugihan dana Goib
di desa pagundan
kampung dusun kliwon
kuningan (jawa)
tempat tinggal istri ke 1(TUA)
(anak 2 cowo)
juru kunci (PALSU)
a/n:Ading 36thn (PENIPU)
mempunyai 3 istri
selama menipu sebagai juru kunci PALSU 8 thn...
tempat makam keramat&sumur keramat
desa pagundan (TIPUAN/PENIPU)
kampung dusun kliwon (KUNINGAN)
aku hari jumat (10-6-2016) sampai hari minggu (12-6-2016) melakukan ritual selama 3x..(Ritual)...
sampai aku merogoh kocek ku sebesar 35jt lebih...
membeli CERUTU JANGKRIK (komplit)
35pcs x 600rb = 21 jt
mebeli sesaji (komplit):
nasi tumpeng
buah,menyan,kembang dll
sebesar 14jt lebih...
juru kunci (MENIPU KU)
a/n:Ading 36thn (PENIPU)
hp.081223871269
alamat Rumah tinggal >>>>
istri (MUDA) ke 2 anak 4 (3 cewek 1 laki)
Desa sidarja
kampung cisalak
blok pahing
kecamatan ciawi gebang
kabupaten kuningan (jawa)
Rumah a/n:Ading 36thn (PENIPU)
yg mengaku juru kunci..
di belakang sekolah SD negri
turun lapangan bola
sidaraja kuningan
ku mengadakan Ritual dana goib
hari jumat (10-6-2016) sampai hari minggu (12-6-2016)
di makam keramat & sumur keramat
di desa pagundan
kampung dusun kliwon (KUNINGAN)
selama 3x...(3 hari komplit sesajen)
tepat ritual yg ke 3 hari minggu,
juru kunci PALSU
a/n: Ading 36thn (PENIPU)
hp.081223871269
berkata di makam keramat,mengatakan uang dana goib,akan di antar langsung oleh arwah makam keramat
desa pagundan
kampung dusun kliwon (kuningan)
tepat jam 1 malam di Rumah aku
tggu di jembatan ke5 dekat Rumah ku
setelah melakukan ritual yg ke3x..
(komplit sesajen dari ke 1x-3x)
ku lansung bergegas pulang ke Rumah
dan ku sampai di jembatan yg ke5
hari minggu pkl 11 malam...
ku tunggu,sambil baca mantra panggil arwah makam keramat
ku baca mantra sampai pkl 3 subuh (minggu 12-6-2016)
arwah makam keramat tak kunjung hadir/datang...
juru kunci PALSU
a/n:Ading 36 thn (PENIPU)
hp.081223871269
ku tlp&sms juru kunci palsu itu
tidak di angkat&tidak membalas sms ku sama sekali (ku di tipu)..
hati-hati saudara ku
jangan mudah percaya,apa lagi baru kenal&mengaku juru kunci,paranormal,dukun dsb
(modus penipuan)
www.ading36thn_penipuan.com
sekian dan terima kasih
alamat rumah yg di tinggal&di tempati >>>>
juru kunci (PALSU)
a/n: Ading 36 thn (PENIPU)
hp.081223871269
(PRAKTEK DGN BONEKA JENGLOT PALSU)
istri (MUDA) ke 2 mempuyai
anak 4 (cewe 3 cowo 1)
desa sidarja
kampung cisalak
desa pahing
kecamatan ciawi gebang
kabupaten kuningan (jawa)
di belakang SD NEGRI
SiDARAJA KUNINGAN