Kata Lao Tzu, “The journey of a thousand miles begins with one step”. Begitulah, setelah direncanakan semenjak sebulan yang lalu, diikuti dengan count-down tiap hari di pesbuk (norak, ya? Hehe…9989x), akhirnya jadi juga kita berlima berangkat backpacker-an ke Kawah Ijen di Banyuwangi naik kereta api. Berikut ini catpernya saya tulis. Moga betah ngebacanya. Oh iya, sebelum baca, ada baiknya kita kenalan dulu dengan tokoh utama dalam cerita ini, halah…
 |
Ki-ka: Ivan, Ahmad, Adif (saya), Angga, Danang |
JUMAT, 26 DESEMBER 2014
Usai sholat Jumat di rumah masing-masing, semua personil (kecuali Ivan yang langsung nunggu di stasiun) ngumpul di rumah Ahmad. Di sini, semua personil sejenak melakukan proses repacking. Setelah itu, kita berempat meluncur ke stasiun Kotabaru naik angkot ABG. Lho, kok ABG? Iya… itu singkatan dari Arjosari–Borobudur-Gadang. Penamaan angkot di kota Malang memang nggak pakai nomor seperti di kota lain, melainkan pakai huruf depan jurusan angkot tersebut.
 |
Repacking |
 |
Suasana di dalam angkot ABG |
Di stasiun Malang Kotabaru, Ivan udah nunggu lengkap dengan tas carrier-nya yang guede. Stasiun Kotabaru sendiri waktu itu juga dipenuhi oleh penumpang-penumpang ber-carrier. Maklum emang lagi liburan, jadi banyak yang mau naik gunung ataupun backpacker-an.
 |
Manusia sama tasnya sama-sama gedenya |
Dalam rombongan kita, hanya Ivan seoranglah yang membawa tas carrier, alasannya dia mau banyak bawa makanan. Sesuatu yang melegakan sekali, hehe...9989x. Saya sendiri tidak membawa tas carrier, cuma tas ransel biasa aja yang ukurannya rada gede. Dengan packing-an yang penuh akal bulus, sleeping bag, pakaian ganti, sepatu, air minum, dan printilan lain ternyata muat juga dimasukkan ke dalam tas. Sementara matrasnya saya gantung di luar. Hal yang sama juga dilakukan oleh tiga personil yang lain.
 |
Cuma Ivan doang yang bawa tas carrier. Ndak apa-apa, yg penting enjoy |
 |
Makan siang di dekat tempat sampah..? No problemo... |
Tepat pukul 14.55 kereta api Tawangalun perlahan bergerak meninggalkan stasiun Malang Kotabaru. Tak seperti yang saya bayangkan, ternyata kursi keretanya masih banyak yang kosong. Bagi saya pribadi sih perjalanan menuju Banyuwangi naik kereta api adalah hal yang baru. Ya, meskipun saya seorang
railfan yang sangat menggemari hal-hal berbau kereta api, saya malah justru belum pernah pergi ke ‘dunia timur’ sana. Paling seringnya ya cuma Malang-Surabaya-Blitar saja soalnya murah, hehe...9989x. Perjalanan berkereta api ke daerah timur itu pertama dan terakhir kalinya saya lakukan adalah ketika SMP kelas 3, itupun cuma sampai Jember saja. Jadi, perjalanan menuju Banyuwangi ini bisa dibilang cukup berkesan buat saya.
 |
Karena lupa motret kereta Tawangalun-nya, nih saya cariin gambarnya di internet. Sumber: Tiket.com |
Awal-awal perjalanan banyak diisi dengan guyonan-guyonan yang ya... sebenernya sudah sangat sering dibahas di tongkrongan, tapi entah kenapa masih saja seru untuk diomongin lagi dan lagi. Topik pembicaraan sama sekali masih tidak ada yang serius, belum menyerempet tentang rencana apa yang harus kita eksekusi seturunnya di stasiun Karangasem nanti. Begitu kereta berangkat tadi, langsung saja Ivan mengeluarkan bekal makan siangnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Angga dan Danang. Kalau Ahmad mah… dia udah nyolong
start dengan makan siang duluan di peron stasiun Malang Kotabaru tadi, hehe…9989x. Kalau saya sih, saya sebenernya juga bawa bekal. Tapi itu buat makan malam nanti. Bekal saya itu berupa nasi goreng yang saya masak di pagi hari, terus siangnya saya angetin sebentar sampe hampir kering, baru saya bungkus pake kertas pembungkus makanan. Rasanya? Jangan ditanya, hehe…9989x. Anggap aja itu ransum tentara.
 |
Aseeekk.... numpak sepurrr..... |
Oh iya, saya baru tahu kalau di kereta Tawangalun ini ada
announcer-nya. Sang
announcer menerangkan tentang tata tertib selama berada di kereta api, antara lain dilarang merokok, dilarang membuka jendela dan pintu kereta selama perjalanan, serta himbauan agar tetap menjaga kebersihan dengan membuang sampah di tempat yang telah disediakan. Tempat yang disediakan? Kok rasanya dari tadi saya nggak nemu tempat sampah, ya? Oh… ternyata yang dimaksud dengan tempat sampah itu adalah tas kresek yang digantung di centelan dekat jendela. Ok, siap Bos! Seusai sang
announcer berbicara, musik mulai terdengar mengalun dari
speaker kereta. Mungkin karena ini kereta menuju Banyuwangi, jadi yang diputar adalah lagu-lagu khas Banyuwangian. Bukan lagu dangdut sih sebenarnya. Musiknya cenderung pop, tapi bahasa yang digunakan dalam lirik-liriknya adalah bahasa Osing khas Banyuwangi yang masih terasa begitu awam di telinga saya. Dan seperti lazimnya kereta api dari Malang ke arah Bangil, karcis mulai diperiksa selepas stasiun Lawang. Meskipun ini kereta kelas ekonomi, pak kondektur yang meriksa karcis ternyata pakai setelan jas yang rapi, plus pengawalan dari polisi kereta. Hampir mirip seperti di kereta kelas eksekutif. Hal yang sama sekali tidak pernah saya temuin di kereta jurusan Malang-Blitar-Surabaya yang sering saya naiki.
 |
Ndak bermaksud promosi, sih. Tapi di centelan itulah tas kreseknya disediakan sama pihak PT Sepur. |
Setelah berjalan sekitar satu jam, kereta berhenti di Stasiun Bangil. Stasiun ini merupakan stasiun yang merupakan titik pertemuan jalur dari arah Malang dan Banyuwangi dengan jalur menuju Surabaya. Karenanya, lokomotif yang tadinya mengarah menuju Surabaya perlu dipindah posisi menuju arah Banyuwangi. Dan hal yang berikutnya membuat saya rada kaget campur setengah jengkel, ternyata seusai prosesi pemindahan lokomotif ini keretanya tak kunjung berangkat juga. Pasalnya, kereta ini masih harus nunggu kereta dari Surabaya yang juga sama-sama mengarah menuju Banyuwangi untuk masuk ke stasiun Bangil. Setelah menunggu sekitar sepuluh menitan, kereta bernama Sritanjung itu masuk stasiun Bangil. Alhamdulillah, berarti kereta yang saya naiki bisa segera berangkat. Eh… tapi saya kayaknya harus gigit jari. Ternyata yang diberangkatkan duluan adalah kereta jurusan Jogja-Surabaya-Banyuwangi itu. Dan itu berarti kereta saya ini tak akan diberangkatkan sebelum kereta Sritanjung itu melewati stasiun Pasuruan yang jaraknya sekitar 9 kilometeran dari stasiun Bangil ini.
 |
Tuh dia jalur kereta yang kita lewatin. Malang-Bangil-Probolinggo-Jatiroto-Jember-Banyuwangi |
Setelah menunggu hampir 15 menit, barulah kereta Tawangalun yang kita
naiki mulai bergerak meninggalkan stasiun Bangil. Saya baru ngerti kalau
dari Bangil ke arah Pasuruan ini kereta bisa digeber dengan kecepatan
cukup tinggi, mungkin ini karena medannya relatif datar dan tidak
terlalu banyak tikungan. Pemandangan di luar kereta masih biasa-biasa
saja, sawah-pedesaan-sawah-pedesaan. Barulah menjelang memasuki kota
Pasuruan, kereta yang kita naiki jalurnya berdampingan dengan jalan raya
Surabaya-Probolinggo. Beberapa kendaraan di jalan raya terlihat
‘ambisius’, kayaknya pengen adu cepat dengan kereta api yang kita naiki ini.
 |
Alternatif hiburan di kereta, hehe..9989x |
Selepas stasiun Pasuruan, hari semakin gelap. Pemandangan di luar pun mulai tak terlihat. Saya baru ingat kalau saya baru aja dapet, ya… ‘
copy’-an film
Stand By Me Doraemon dari temen saya. Film yang saya simpan di
memory card hape saya itu pun diputar di
tab-nya Ahmad. Saya nonton film ini sambil menikmati bekal makan malam saya. Keempat personil rombongan pun cukup antusias menonton film ini. Lho, kok cuma empat? Soalnya Angga yang kayaknya nggak paham dengan jalan ceritanya memilih untuk ngungsi ke kursi seberang dan ngobrol sama penumpang lain. Sedangkan Ivan yang tampilannya terkesan gahar, garang, sakti mandraguna, punya jurus
rawarontek,
ngrogo sukmo,
kamehameha, kebal bacok, dan kebal
bedil di luar dugaan mengakui kalo film ini berpotensi bikin dia nangis, hehe…9989x.
Film
Stand By Me Doraemon itu punya durasi sekitar satu setengah jam. Seusai film itu tamat, kita tak tahu lagi kereta udah nyampai di daerah mana. Di luar sana memang sangat gelap. Di kereta, kita berkali-kali pindah posisi tempat duduk. Saya juga sempat pergi ke kereta makan buat beli teh panas. Sepulangnya dari kereta makan, saya memilih tidur saja. Antara sadar dan tidak sadar, saya sempat mendengar Ahmad berbicara dengan seorang penumpang yang juga seorang
marketer seperti dirinya. Entahlah dengan Ivan, Angga, dan Danang, sepertinya mereka juga tertidur. Musik kembali mengalun, tapi kali ini tak lagi lagu-lagu Banyuwangian, melainkan diganti lagu-lagunya Dewa 19. Wah, band favorit saya ini… Saya nggak jadi tidur, tapi cuma merem-merem aja sambil bergumam-gumam dalam hati niruin lagu-lagunya Dewa 19 yang sedang mengalun.
 |
Teh panas di kereta makan |
Di Jember, kereta berhenti cukup lama. Di stasiun ini ternyata banyak juga penumpang yang naik. Saya, Angga, Danang, dan Ivan sempat sejenak turun dari kereta buat nglemesin kaki yang entah sudah berapa jam lamanya duduk terus di kereta. Dari
lightboard di stasiun Jembar, kita jadi tahu kalau jarak yang harus kita tempuh masih sejauh seratusan kilometer lagi.
Byuhh… masih jauh, ya..?
 |
Di lightboard tertulis Banyuwangi masih 112 km lagi. Tapi karena kita turun di Karangasem, mungkin jaraknya tinggal 100-an km saja. |
Kereta pun mulai bergerak meninggalkan stasiun Jember. Sisa waktu yang ada kita habiskan buat ngobrol-ngobrol dan bercanda sebisanya. Sesekali kita ngomongin rombongan penumpang di kursi belakang yang entah gimana caranya bisa betah banget main poker semenjak dari Malang tadi. Oh iya, sebenernya di kereta yang kita naiki ini bukan hanya rombongan kita saja yang berpenampilan seperti orang mau
hiking. Itu terlihat di rak-rak kereta yang juga dipenuhi banyak tas
carrier dan juga matras. Itu pasti barang bawaan orang yang mau naik gunung. Orang yang mau pergi ke mall mana mungkin bawa begituan, hehe…9989x. Tapi rasanya kita masih segan buat tanya-tanya ke mereka.
Sekitar jam 10 malam, kereta pun tiba di stasiun Karangasem. Stasiun ini adalah stasiun yang paling dekat dengan kota Banyuwangi. Di luar stasiun, kita langsung dicegat oleh para sopir angkot dan tukang ojek. Belum jadi kita sepakat dengan seorang supir, salah seorang mas-mas dari rombongan lain tiba-tiba mendatangi rombongan kita dan ngajak join aja naik angkotnya biar lebih murah. Tawaran yang cukup melegakan, sobat…. Rombongan kita ada lima orang, ditambah rombongan mereka (si mas plus 3 cewek temennya), jadi sembilan orang. Dan ternyata masih ada dua orang lagi (dua-duanya cewek) yang mau naik bareng kita, jadi total penumpangnya ada sebelas orang. Masing-masing bayar dua puluh ribu. Lumayan lah… setidaknya ini sesuai perhitungan awal yang sering kita bahas dalam
technical meeting kemarin-kemarin.
 |
Angkot carteran yang bakal membawa kita ke gudang PT Candi Ngrimbi di desa Licin |
Awal-awal perjalanan, angkot masih lewat di sekitar pinggiran kota Banyuwangi. Toko-toko dan keramaian kota masih bisa terlihat di sana-sini. Baru sekitar setengah jam berjalan, jalanan mulai menanjak dan di luar sana sudah tak ada lagi yang bisa dilihat. Semuanya gelap. Entah pemandangan apa yang sebenarnya tersaji di luar sana, mungkin hutan dan pesawahan. Penerangan hanya ada dari lampu angkot yang kita naiki ini. Ahmad yang duduk di samping sopir sesekali ngajak pak sopirnya ngobrol-ngobrol. Saya yang duduk di ‘kabin’ penumpang juga masih punya sedikit energi tersisa buat ngobrol ngalor ngidul plus becanda bareng Ivan, Angga, dan Danang. Biar nggak
boring, sesekali saya ajak juga mbak di sebelah saya ngobrol-ngobrol sebisanya.
Setelah sekitar satu jam setengah, angkot yang kita naiki pun tiba di depan pintu gerbang gudang PT Candi Ngrimbi. Waktu itu area gudang tampak sepi sekali. Tak tampak seorang petugas pun yang menjaga gudang tersebut. Tadi sih sempat ada salah seorang temen di rombongan yang ngelihat ada sekelebatan manusia lewat di area gudang, tapi entah kenapa ketika dipanggil sosok itu tak menyahut. Apa dia bukan manusia kali, ya? Soalnya komplek gudangnya sendiri punya nuansa seperti bangunan yang sering didatangi oleh acara-acara uji nyali di tipi-tipi. Rumah-rumah pedesaan di sekitar gudang pun juga tampak sunyi. Satu-satunya aktifitas hanya terlihat dari rumah (yang ternyata rental PS) yang berada di seberang gudang.
Berkali-kali digedor namun tak kunjung mendapatkan jawaban, akhirnya pak sopir yang nganterin kita tadi itu mendatangi rental PS yang ada di seberang gudang. Pak sopir pun mengajak dua orang anak muda (yang mungkin aja lagi seru-serunya main PS) buat nglompat pagar (jangan ditiru ya sobat…) n minta tolong ama orang yang mungkin ada di dalam gudang. Trik yang jitu, akhirnya dua anak muda tadi datang bersama seorang penjaga. Yang rada nggak ngenakin, ternyata si penjaga itu kurang
welcome dengan kedatangan kita. Yahh… maklumlah memang udah menjelang tengah malam. Sedikit banyak kedatangan kita pasti mengganggu lah ya… Meskipun begitu, beliau tetap memperbolehkan rombongan kita ini masuk dan numpang tidur di dalam kompleks gudang. Para cowok tidur di pelataran gudang, sementara yang mbak-mbak tidur di mushola. Oh iya, biarpun ini kompleks gudang, tapi kamar mandinya bisa dibilang sangat nyaman lho gan, sayangnya lupa nggak kita foto. Setelah menunaikan sholat Maghrib yang digabung dengan Isya’, kita pun langsung beranjak tidur beralaskan matras.
 |
Tempat kita nginep di gudang PT Candi Ngrimbi. Berhubung pas malem ndak sempat foto, ini saya kasih foto pas paginya ndak apa-apa kali, ya... |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar