Syukur Alhamdulillah, bulan Desember ini bioskop-bioskop Indonesia menayangkan film-film Indonesia yang bermutu. Selain film Habibie dan Ainun yang laris ditonton semua kalangan (dari anak SMP sampai bapak ibu), ada juga film berjudul 5 cm, sebuah film yang diangkat dari novel bestseller karya Dhony Dirgantoro.
Semenjak ditayangkan pertama kali pada tanggal 12.12.2012 lalu, saya sudah dua kali menonton film 5 cm itu di bioskop. Yang pertama saya tonton bareng teman-teman saya (film tentang persahabatan, akan kurang menyenangkan apabila ditonton sendirian), dan yang kedua saya tonton sendirian. Lhoh..., kok sendirian..? Katanya nggak enak nonton film persahabatan sendirian? Iya..., soalnya lagi pengen banget dan teman-teman saya pada sibuk semuanya.
Film itu meninggalkan kesan yang begitu mendalam bagi saya (halaaahhhhh....,
opo ae se...? Lebay ah...)
Iya, emang bener. Film itu sendiri bercerita tentang persahabatan, cinta, dan juga mimpi 5 karakter utamanya, yang akhirnya membawa mereka ke puncak gunung tertinggi di pulau Jawa, Gunung Semeru.
 |
Poster film 5 CM |
Saya, mimpi saya, dan Gunung Semeru.
Saya bukanlah seorang anggota organisasi pecinta alam meskipun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini bisa dibilang sering naik turun gunung. Kira-kira sejak tahun 2009 dulu saya mulai tertarik dengan yang namanya dunia pendakian. Awalnya saya menonton film Gie, di situ diceritakan bahwa Soe Hok-Gie menghembuskan nafas terkahirnya di puncak Gunung Semeru karena terkena gas beracun. Pikir saya waktu itu yang begitu awam, "Bagaimana mungkin gunung yang begitu indah menjulang itu menyimpan gas beracun sehingga bisa merenggut nyawa seseorang?" Saya jadi penasaran sekali dengan yang namanya gunung. Kebetulan waktu itu juga terbit buku berjudul Soe Hok-Gie sekali lagi.
 |
Cover buku Soe Hok-Gie sekali lagi |
Dalam buku itu, juga diceritakan tempat-tempat yang biasa didatangi sepanjang perjalanan menuju puncak Mahameru. Keindahan, sekaligus bahaya tempat-tempat yang diceritakan dalam buku itu justru membuat gejolak saya semakin meningkat untuk segera mendatangi Gunung Semeru. Tapi sayangnya, ketika gejolak itu membara, saya mendapati bahwa jalur pendakian menuju Gunung Semeru sedang ditutup untuk pemulihan ekosistem.
Selama jalur pendakian itu ditutup, saya terus menerus browsing di internet tentang segala hal tentang gunung tersebut, termasuk kapan jalur pendakiannya kembali dibuka. Selama masa penantian itu, saya sering sekali bermimpi tentang Gunung Semeru.
Barulah pada sekitar bulan April 2010, jalur pendakian gunung itu kembali dibuka. Saya dan ketiga orang teman saya (Ivan, Philip, Ipul) tak serta merta langsung mendaki gunung itu, tapi melakukan 'survey' dulu ke Ranupane, desa terakhir di kaki gunung Semeru. Jujur saja waktu itu saya merasa konyol mengingat gunung itu sudah entah berapa juta kali didatangi manusia, tapi saya malah masih perlu melakukan survey untuk mendatanginya. Tak mengapalah, mengenali medan terlebih dahulu apa salahnya.
Dengan naik jip Feroza yang dikendarai Philip, saya dan teman-teman saya itu sekitar siang hari meninggalkan kota Malang menuju Ranupane. Kita berempat sampai di Ranupane ketika hari sudah kehilangan terangnya alias sudah maghrib Philip yang sedemikian lihainya menyetir pun tak berani pulang ke Malang karena jalur menuju Ranupane memang begitu sempit dan berkelok serta diapit oleh jurang di kedua sisinya. Akhirnya malam itu kita berempat bermalam di desa Ranupane yang dingin itu tanpa balutan pakaian hangat satu pun! Syukur Alhamdulillah ternyata kita berempat memang punya bakat menjadi orang sakti, ha..ha.. Kita sama sekali tidak ada yang masuk angin, kecuali si Ipul yang tangannya sakit gara-gara alerginya kambuh. Di Ranupane, kita menginap di rumahnya Pak Hambali. Sudah dapat tempat nginap gratis, paginya diberi suguhan kopi hangat pula. Selain itu, ketika pagi keluar rumah, saya langsung dihadapkan pada pemandangan indah..., Puncak Semeru yang menjulang menusuk langit! Subhanallah....
 |
Gunung Semeru dilihat dari Ranu Pane |
| |
Survey ke Ranu Pane, ki-ka: saya, Ivan, Mas Agung, Ipul |
|
Seminggu setelah survey itu, saya akhirnya benar-benar berangkat ke Gunuung Semeru! Awalnya saya benar-benar gembira karena saya berpikir bahwa saya bisa mewujudkan mimpi saya berdiri di puncak tertinggi Jawa itu, tapi ternyata saya masih harus memendam mimpi saya lagi. Tenda yang kita bawa rusak, jadilah kita hanya bermalam 2 malam saja di Ranu Kumbolo. Tak mengapalah...., rasa penasaran itu sedikit terobati ketika saya plus rombongan pai-pagi sekali berjalan-jalan ke tegalan Jambangan.
 |
Pertama kali melihat Ranu Kumbolo, Subhanallah.... |
 |
Oro-oro Ombo dengan background Gunung Kepolo |
 |
Langsung berteriak girang..., "Subhanallah...!!!" Pemandangan ini mirip dengan yang sering muncul di mimpi saya. |
 |
bersama tim di tegalan Jambangan, ki-ka: Muji, saya, Zezen, dan Oni |
 |
Berlagak..., padahal gagal muncak, ha..9989x |
Pendakian kedua ke Semeru, saya kembali masih harus memendam mimpi. Memang saya dan seorang teman saya sudah mampu mencapai separuh tanjakan berpasir menuju puncak itu. Tapi karena air dan sepatu jebol, akhirnya kita berdua turun lagi.
 |
ternyata memang belum saatnya mencapai puncak. |
 |
kawan..., kita masih tertunda |
|
|
 |
tapi setidaknya kita bisa melihat matahari terbit |
 |
di tempat tinggi yang begitu jauh dari peradaban kota |
 |
kita masih bisa berdiri di atas awan |
 |
meskipun mimpi kita masih terputus |
|
|
 |
bukan bendera putih tanda menyerah yang kita kibarkan, tapi bendera merah putih. |
Barulah di pendakian ketiga saya dan ketiga orang teman saya (Ivan, Seto, dan Mas Tri) berhasil menjejakkan kaki di puncak Mahameru, 3676 mdpl yang tertinggi di Pulau Jawa itu. Rasa haru dan gembira melebur menjadi menjadi rasa syukur yang luar biasa atas terjawabnya mimpi yang sempat tertunda berkali-kali itu.
 |
di tanjakan berpasir menuju puncak, ki-ka: Mas Tri, saya, Ivan, dan Seto |
 |
hampir meregang nyawa |
 |
Alhamdulillah..., mimpi yang terputus itu kini sudah utuh seutuh-utuhnya |
 |
Di atas puncak para dewa |
 |
Prasasti Soe Hok-Gie, kini prasasti ini kabarnya sudah diturunkan dari puncak Mahameru |
Kini saya belum pernah lagi menjejakkan kaki di tanah tertinggi pulau Jawa itu. Film 5 cm yang dua kali saya tonton itu seolah membangkitkan kembali memori tentang kebahagiaan pencapaian mimpi itu. Bukannya saya tak bersyukur atas apa yang telah saya capai selama ini, tapi mencapai puncak Semeru itu sepertinya adalah satu-satunya cita-cita sekaligus mimpi-mimpi saya yang telah terwujud. Karenanya pencapaian itu begitu membekas dalam ingatan diantara begitu tak terhintungnya karunia Sang Pencipta yang telah menghampiri saya.
Begitu banyak cerita, pengalaman, dan pembelajaran yang lahir selama menempuh pendakian-pendakian itu. Semeru, dan Ranu Kumbolo, kini seperti menjadi rumah kedua buat saya. Semoga saja saya selalu diberiNya kesempatan untuk menengok 'rumah' itu lagi, lagi, dan berkali-kali lagi
Pesan untuk z*z*n: Kawan,tendaku kapan dibalikin?
BalasHapusUntuk penulis: Itu jaketnya kok gagah sekali ya
Hahaha...., omongane Pak Hambali iku
BalasHapusalhamdulillah tendanya udah balik
BalasHapus