Entah karena dorongan apa, tiba-tiba temen saya yang namanya Angga mengajak pergi ke Ranu Kumbolo. Setelah rapat kecil-kecilan, akhirnya diputuskan untuk pergi ke danau tertinggi pulau Jawa itu pada tanggal 22 Desember 2012. Peserta acara jalan-jalan ini adalah saya (Adif), Angga, Danang, dan juga Ivan yang merupakan satu-satunya personil yang sudah berkeluarga.
Sabtu malam tgl 22 kita berempat meluncur ke Tumpang ke rumahnya mas Teguh (orang yang punya koneksi supir-supir truk dan jip ke Ranupane). Kita bertiga nginep disitu. Lho kok bertiga? Iya..., si Ivan pamit mau pulang dulu, dan janji sebelum subuh sudah balik ke Tumpang lagi.
 |
Re-Packing di Tumpang |
 |
Saya dan Danang, nampang di depan jip, he..he.. |
Minggu pagi tanggal 23 Desember, sekitar jam setengah 6 kita berangkat naik jip. Sebenernya naik jip ini benar-benar di luar dugaan karena rencana sebenarnya kita mau naik truk biar lebih murah. Tapi berhubung supir truknya lagi nggak ada yang bernagkat ke Ranupane, maka terpaksalah kita naik itu jip.
"Nggak opo-opo rek..., ben koyok ndek film 5 cm
," begitu kata Angga. Di daerah Tulusayu, jip berhenti buat ngangkut rombongan pendaki lain. Total penumpang yang naik jip ini jadi 10 orang. Sewa jip harganya Rp 450.000 dibagi 10 orang jadi tiap orang kudu bayar 45rebu. Ya Allah..., duit saya jadi langsung menipis soalnya rencana sebelumnya kita mau naik truk yang tiap orang cuma butuh bayar 30rebu saja. Tapi nggak apa-apalah..., kita nikmati saja perjalanan ini ya....
Jam setengah 8 kita sampai di Ranupane. Busseeet...., ramai bener ya Ranupanenya. Nggak berasa Ranupane, berasanya kayak di mall. Temen satu jip kita tadi juga malah ada yang dandan anak gaul macam mau pergi ke mall. "
Jangkrik..., arek iku niat mendaki opo niat nang Matos? Ha..ha..," ucap saya dalam hati.
Sekitar jam setengah 9 kita mulailah acara jalan-jalan ini. Ivan sudah berangkat sejak tadi, soalnya dia merasa badannya paling subur dan paling lama kalau berjalan, jadi dia berangkat lebih dahulu, Pasti tersusul! Sedangkan saya, Angga, dan Danang berjalan bareng teman-teman satu jip kita tadi. Dari obrolan-obrolan kita, mereka bilang kalau mereka baru pertama kali ini datang ke daerah Semeru dan punya rencana muncak tapi nggak tahu jalan. Makanya itu mereka pengen bareng sama rombongan saya. Ya sudahlah..., ayok ikut.
Jalan dan jalan..., lama-lama mereka kok semakin ketinggalan di belakang ya? Sampai-sampai saya tingggal jalan bertiga saja sama Angga dan Danang. Tenang saja, temen satu jip kita itu nggak bakalan nyasar kok..., soalnya jalur ke Ranukumbolo ya cuma ada satu ini saja dan nggak ada percabangan.
Tahu-tahu di tengah jalan ada sesosok tubuh gendut berbaring terlentang. Masya Allah..., ternyata itu si Ivan sedang tidur di tengah jalan! Habis kita bangunkan, dia akhirnya ikut bergabung lagi hingga pos 1. Di pos 1, giliran Danang yang berpencar, dia memilih jalan lebih dulu, sedangkan saya, Angga, dan Ivan ngaso dulu di pos 1.
Habis rehat, kita bertiga jalan lagi. Ivan katanya nggak apa-apa jalan di belakang, saya sama Angga disurunhnya jalan duluan saja saolnya biar bisa cepat mendirikan tenda. Okelah kita lanjut jalan berdua dan akhirnya bisa ketemu lagi dengan Danang. Kita jalan bertiga sambil susuk menyusul dengan pendaki lain. Saya sempat juga kesengsem sama pendaki cewek yang manis luar biasa, ha..ha..
 |
berlagak susah, ha..ha.. |
Sekitar jam setengah satu siang, sampailah kita bertiga di Ranukumbolo. Subhanallah..., tempat ini benar-benar nggak membosankan meskipun sudah saya datangi berkali-kali. Saya merasa
feels like home sekali di sini, entah kenapa bisa begitu.
 |
Masalah air sudah terpecahkan, ha..ha.. |
 |
Nampang dulu... |
 |
paradise |
Tenda pun kita dirikan. Selang satu jam tenda berdiri, Ivan akhirnya datang juga dalam kondisi terengah-engah sambil mengaku kakinya sakit keram. Waduh..., ternyata bukan hanya Ivan yang kondisinya nggak sehat, Angga pun tiba-tiba
collapse dan pusing-pusing. Alhamdulillah mereka bisa rada baikan setelah makan dan minum obat. Menu makanan kali ini sedikit lain daripada biasanya. Soalnya Ivan membawa dua bungkus mi telor yang biasanya dipakai buat acara selamatan itu lho..., ha..ha..
Hujan juga sempat turun. Begitu hujan reda, kita sempatkan diri untuk mendaki Tanjakan Cinta dan menikmati pemandangan Ranu Kumbolo beserta Oro-oro ombo dari puncaknya. Subhanallah...
 |
Merayapi Tanjakan Cinta |
 |
Kapan ya bisa ke Puncak Semeru lagi? |
 |
Bersama sahabat mencari damai, mengasah pribadi mengukir cinta |
 |
View from the westhill |
Melemnya untuk mengisi kebosanan gara-gara lupa membawa kartu remi, akhirnya kita berempat main 'ABC-ABC'an. Pertanyaannya pun macam-macam, dan lama kelamaan berlanjut jadi cerita yang rada nyerempet-nyerempet 'daerah bawah perut', ha..ha.
Ranu Kumbolo semakin malam bukannya semakin sepi tapi justru malah semakin ramai, mirip pasar malam di alam terbuka. Tenda kita sendiri semakin ramai soalnya Ivan membawa speaker portable, jadilah kita memutar lagu-lagu tentang alam, tentang cinta, tentang kehidupan, bahkan sampai lagu soundtracknya White Snake Legend itu lho juga kita putar, ha..ha... Meskipun ramai begitu, saya bisa tidur cukup nyenyak di dalam tenda. Paling-paling terbangunnya gara-gara Angga dan Ivan yang tiba-tiba kumat sakit batuknya.
 |
Angga lagi collapse, ha..ha.. |
Pagi hari buka tenda, kita mendapati Ranu Kumbolo benar-benar penuh dengan tenda pendaki.
 |
'Pasar' Ranu Kumbolo |
 |
Kabut pagi yang menyamarkan sunrise |
 |
'Selamatan' pakai menu mi telor cap dua ayam, ha..ha.. |
 |
Ada yang alih profesi jadi tukang pijat, ha..ha.. |
 |
Mbak..., namanya sampean siapa mbak? he..9989x |
Setelah sarapan dan packing-packing, sekitar jam setengah 9 kita mulai berjalan meninggalkan Ranu Kumbolo. Jujur saja saya rada trenyuh setiap kali meninggalkan tempat ini. Gak tahu kapan bisa kembali lagi ke sini. Agak lebay sih, ha..ha.. Tapi bener lho..., tempat ini benar-benar feels like home banget.
 |
Siap pulang dari 'Pasar' Ranu Kumbolo |
Seperti kemarin waktu berangkat, saat pulang kali ini pun si Ivan minta jalan duluan. Ya sudahlah..., akhirnya kita kembali berjalan bertiga saja. Malah lama-kelamaan saya jalan sendirian sampai pos 1, soalnya sejak di pos 4 si Danang yang bertindak sebagai leader nyuruh saya jakan duluan saja, sedangkan dia dan Angga jaln di belakang. Saya pun nurut saja sama perintahnya komandan, dan jalan sendirian sampai pos 1.
 |
Di sana nyalimu teruji oleh ganas cengkeraman hutan rimba |
 |
Tebing Watu Rejeng |
 |
Narsis sendirian, ternyata saya masih ganteng setelah berjalan sebegitu lelahnya, ha.9989x |
Di pos 1 saya ketemu Ivan yang ternyata juga barusan nyampai di situ.
Setelah rehat sejenak lantaran belum berhenti sama sekali, akhirnya saya
berdua Ivan jalan meningalkan pos 1 sambil menunggu kedatangan Angga
dan Danang yang baru nongol sekitar satu jam kemudian. Belakangan
diketahui kalau Angga dan Danang fisiknya sama-sama mulai ngedrop.
Sekitar jam setengah 12 kita sampai kembali di Ranupane. Kita naik teruk menuju Tumpang yang sialnya juga mematok tarif seperti terifnya jip. Berhubung yang naik truk ini lebih banhyak, jadi ongkosnya jadi lebih murah, 32ribu per orang. Selama perjalanan ke Tumpang, truk terus bergoncang-goncang, bahkan sempat anjlok di pinggir jalan. Untung saja anjloknya ini di bawah tebing, bukan ke jurang.
 |
Ban truk yang terperosok ke dalam tanah |
 |
Proses evakuasi yang benar-benar manual, hanya pakai cangkul! Itupun dicangkulnya sendiri. |
 |
Ditarik dengan truk lain biar bisa kembali ke jalan yang benar, he..he.. |
Usut punya usut, ternyata pak sopirnya yang udah tua itu ngantuk, terlebih karena dia tidak membawa kenek. Setelah dibantu truk lain, akhirnya truk yang kita niki ini berhasil dievakuasi, dan berhasil sampai di Tumpang jam 2 siang dengan selamat tanpa kurang suatu apa.
Alam membuat kita bisa mengenal siapa diri kita yang sebenarnya.
Alhamdulillah..., sampai berjumpa lagi, salam lestari,